Monday 14 April 2014

Ketika Hati yang Berbicara

S
Aku Shena.  Perempuan yang mengaku tidak bisa lari dari masa lalu.  Dia cinta pertamaku dan hatiku masih memilihnya walau empat tahun telah berlalu.  Perpisahan setahun lalu yang membuat aku dan dia sekarang berada di kota yang berbeda malah memperburuk keadaan.  You know, jarak membuatku semakin rindu kepadanya.

R
Gue Rexy.  Lelaki yang tidak pernah melupakan cinta pertamanya.  Gue jatuh cinta sama dia sejak empat tahun yang lalu.  Sekarang dia sudah bukan di kota yang sama dengan gue lagi.  Dia lanjut sekolah di kota lain, ikut keluarganya.  Kadang gue kangen juga sama dia.

S
Tapi, aku berselisih pendapat dengan sahabatku—termasuk dia—dan membuat mereka membenciku.  Sudah setahun aku tidak berkomunikasi dengan mereka.  Dan aku merindukan mereka.  Tawa hingga tangis telah kulewati bersama mereka selama tiga tahun.  Bagaimana mungkin aku bisa melupakan?

R
Meskipun gue jatuh cinta sama dia empat tahun yang lalu, setahun yang lalu—tepatnya dua bulan sebelum kepindahannya, gue dan sahabat-sahabat gue—yang adalah sahabat dia juga jadi benci banget sama dia.  Pengkhianat.  Bermuka dua.  Tahunya menusuk sahabat sendiri dari belakang.  Gue benci dia, waktu itu.  Tapi kenapa sekarang semuanya berubah?

S
Di sini banyak sahabatku yang jauh lebih baik dari mereka, tetapi mereka punya arti dan tempat tersendiri di hatiku.  Terkadang aku teringat mereka dan aku menangis.  Apa rasa benci di dada sebegitu kuat sehingga membuat mereka menanyakan kabarku saja tidak sudi?  Aku tidak pernah mengemis maaf kepada mereka, aku hanya ingin sahabatku kembali.  Salahkah aku berharap?

R
Gue tidak bisa lupa sama dia.  Bagaimanapun, gue pernah sayang sama dia.  Ehm, atau mungkin masih sayang?  Gue belum bisa pastikan.  For God’s sake, dia cinta pertama gue.  Tapi berhubungan lagi sama dia, gue bisa ikutan dibenci sama sahabat gue yang lain.  Gue pengecut?  Iya.  Gue mengorbankan perasaan demi keadaan.

S
Rexy Ali Dinendra.  Dia (mantan) sahabat sekaligus cinta pertamaku.  Playlist lagu di ponselku yang selalu memutar lagu Raisa, atau James Arthur – Impossible bahkan mempunyai kekuatan untuk membuat airmataku menetes.  Itu lagu-lagu kesukaannya yang selalu dinyanyikannya di ruang kelas dulu.

R
Shena Kharissa.  Itu nama dia.  Cinta pertama gue.  Gue sering teringat dia kalau dengar sesuatu tentang Kota Yogyakarta, tempat dia berada sekarang.  Gue juga sering teringat dia sewaktu lagi makan bareng sahabat gue.  Dulu kalau makan bareng, dia selalu menumpuk piring kotor di meja, kebiasaannya di rumah yang sering membantu ibunya.  Lalu gue akan bilang, “Lo aja sekalian yang nyuci.  Biar makan gratis.” Detik berikutnya gue akan menjerit kesakitan karena rambut gue yang memang agak panjang ditarik sama dia.  Gue kangen momen bareng dia.

S
Apa yang lebih buruk daripada kehilanganmu, Rexy?  Aku harus merindukanmu diam-diam.  Aku membenci diriku sendiri yang masih sanggup mencintaimu sedalam ini, padahal kau membenciku setengah mati.  Kau, Rexy, yang selalu kudoakan ketika aku berbicara dengan Tuhan.  Kuharap kau baik-baik saja.  Berbahagialah.

R
Untuk Shena yang berkilometer jauhnya dari gue sekarang, gue minta maaf.  Gue tidak membenci lo lagi.  Tapi, gue belum cukup berani untuk hubungi lo.  Padahal gue kangen sama lo.  Gue kangen kita main bareng.  Sukses ya, lo di sana.  Lelaki Jogja banyak yang lebih baik daripada gue.  Gue selalu doain elo yang terbaik.

Dan mereka hanya bisa saling mendoakan, berharap takdir berbaik hati mempertemukan mereka lagi di ujung jalan.

-AAz-

1 comment:

  1. Love it, dear! Aku jadi dapat inspirasi nih dari tulisanmu. Thank you! Keep writing, okay! :* <3

    ReplyDelete